Rabu, 26 Mei 2010

Pembinaan perdata di indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang
A.SEJARAH HUKUM PERDATA DI INDONESIA
1. Kodifikasi Hukum perdata Belanda ,tahun 1983
Sumber Pokok Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah Kitab Undang-Undang Hukum Sipil(Burgerlijk Wetboek), Singkat KUHS(B.W.).
KUHS sebagaian besar adalah hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon tahun 1811-1838;akibat pendudukan Perancis di Belanda berlaku di Negeri sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Sipil yang resmi.Sebagaian dari Code Napoleon ini adalah Code Civil, yang dalam penyusunannya mengambil karangan-karangan pengarang-pengarang bangsa Perancis tentang hukum Romawi (Corpus juris Civilis), yang pada jaman dahulu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Juga unsur-unsur hukum kanoniek(hukum agama katholik)dan hukum kebiasaan setempet mempengaruhinya.
Peraturan-peraturan yang belum ada pada jaman Romawi, tidak di masukkan dalam Code Civil,tetapi dal;am kitab tersendiri ialah Code de Commerce.
Setelah penduduk Perancis berakhir,oleh pemerintah Belanda di bentuk suatu panitia yang diketui oleh Mr J.M.Kemper dan bertugas membuat rencana kodifikasi hukum perdata Belanda dengan menggunakan sebagai sumber sebahagian besar” Code Napoleon” dan sebagaian kecil hukum Belanda Kuno.
Meskipun penyusunan tersebut sudah selesai sebelumnya (5 Juli1930) tetapi Hukum Perdata Belanda baru diresmikan pada tanggal 1 Oktober 1838.
Pada tahun itu dikeluarkan:
1. Burgerlijk Wetboek (KUH Sipil)
2. Wetboek van Koophandel (KUH Dagang)
Berdasarkan asas konkordinasi, kodifikasi hukum perdata Belanda menjadi contoh bagi kodifikasi hukum perdata Eropah di Indonesia.Kodifikasi ini diumumkan pada tanggal 20-4-1847 Staatblad No.23 dan Mulai berlaku pada 2 mei 1848 di Indonesia.
2. Kodifikasi Hukum Perdata di Indonesia, tahun 1848.
KUHS yang terlaksana dalam tahun 1848 itu adalah hasil panitia kodifikasi yang diketui oleh Mr C.J SCHOLTEN van OUDHAARLEM,Maksud daripada kodifikasi pada waktu itu untuk mengadakan persesuaian antara hukum dan keaddan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda.
Di negeri Belanda aliran kodifikasi adalah daripada aliran kodifikasi yang Eropah berlangsung secara umum pada akhir abad ke-18 malah pada waktu itu sudah ada Negara-negara yang telah selesai dengan kodifikasinya.
Demikian antara lain perancis, sesudah 10 tahun bekerja ,dalam tahun 1804 telah menyelesaikan kodifikasinya yaitu Code Civil des Francais. Di negeri Belanda ,setelah merdeka dari penjajahan Perancis ,aliran kodifikasi diwujudkan tahun 1830 dalam KUHS (tertanggal 5 Juli 1830) dan akan mulai berlaku jam 12 malam tanggal 3 Januari 1831 (antara 31 januari dan 1 Februari 1831).
Sesudah kodifikasi itu setelah pemerintah Belanda mengangkat Mr C.C HAGEMANN sebagai Presiden daripada mahkamah Agung (Hooggerechtshof) di Hindia Belanda dengan catatan ,supaya ia menyesuaikan peraturan-peraturan lama di Hindia Belanda dengan kodifikasi tadi.
Dengan demikian ia wajibkan mengadakan penyelidikan seperlunya, da ia harus pula mengemukakan usul-usul kepada pemerintah Belanda,Teranglah ,bahwa ia mendapat perintah istimewa untuk menjalankan persiapan daripada kodifikasi di Indonesia
HAGEMANN diangkat bulan Juli 1830 ,tapi sampai 1835 tidak dikerjakan sesuatu apapun juga.Pemerintah Hindia Belanda ,Gubernur Jenderal J. CH BAUD menegur HAGEMANN karena kelalaiannya itu pada bulan Agustus 1835 HAGEMANN 3 bulan kemudian ,yaitu tanggal 19 Desember 1835,menjawab ,bahwa ia mengakui belum ada dikerjakannya alasan bahwa tak mungkinnya berbuat sesuatu itu adalah satu dan lain karena pengangkatannya dilakukan berkenaan dengan hal, bahwa setelah Undang-Undang baru Belanda itu dijalankan ,di Indonesia peraturan-peraturan lama tetap berlaku,sedangkan sampai tahun 1835 itu kodifikasi Belanda tadi belum juga berlaku, keadaan mana disebabkan oleyh pemberontakan Belgia.
” Kodifikasi itu adalah hasil daripada pekerjaan kebanyakan orang-orang Belgia dank arena adanya revolusi itu, maka sekarang ini saya sekarang ini saya belum dapat mengadakan persiapan,”demikian HAGEMANN selanjutnya.Tepatkanh jawaban ini?Pertimbangan HAGEMANN itu tidak masuk akal, sebab tanpa bergantung pada tidaknya pisah Belgia dari Belanda, Belanda akan tetap mengadakan kodifikasi.
Dan itu berarti, di Indonesia juga akan tetap ada kodifikasi Jadi persiapan diperlukan juga.Tahun 1836 HAGEMANN puilang ke negeri belanda;sebagai ketua Mahkamah Agung ia diganti oleh SCHOLTEN van OUDHAARLEM tersebut di atas.
SCHOLTEN van OUDHAARLEM tidak diberi tugas seperti HAGEMANN tapi ia minta beri tugas itu(tugas diberikan tanggal 24 September 1837),karena merasa bertanggung jawab atas usaha kodifikasi di Indonesia. Ia mengusulkan supaya dibentuk panitia Pemerintahan Hindia Belanda menyambut hasrat itu dengan baik dan dengan surat tanggal 31 Oktober 1837 SCHOLTEN van OUDHAARLEM diangkat sebagai ketua panitia dan Mr A.A van VLOTEN serta Mr.P.MEYER,masing-masing sebagai anggota masing-masing sebagai anggota panitia , dengan tugas menjalankan tindakan tindakan persiapan mengemukakan usul-usul tentang pembagian daripada pengadilan di Indonesia dan lain-lain.
Panitia bekerja giat tapi hasil yang diharapkan tidak ada karena SCHOLTEN van OUDHAARLEM tidak jatuh sakit dan kembali ke negeri Belanda atas nasehat dokter juga van VLOTEN meninggalkan Jakarta, sehingga panitia tadi bubar dengan sendirinya
Dalam pada itu dalam waktu yang singkat, yaitu dalam 1 tahun panitia tadi dengan mengadakan kontak dengan pimpinan Javasche Bank dan Nederlandsche Handelmaatschappijtelah dapat mengerjakan hukum Dagang, dan atas pertimbangan instansi-instansi itu panitia pada tanggal 23 April 1838 menyampaikan laporan kepada pemerintah.
suratnya tanggal 23 Desember 1838 SCHOLTEN van OUDHAARLEM menganjurkan kepada gubernur Jenderal,supaya diangkat panitia baru tapi panitia itu jangan disuruh bekerja di Indonesia melainkan di negeri Belanda.Ia menyediakan diri sebagai anggota atau ketua panitia.
Denga advis baik surat itu diteruskan ke negeri belanda.Pemerintah Belanda meminta lebih dahulu advis anggota Staten-General, J. Chr. BAUD; hasilnya ialah dibentuknya panitia dengan SCHOLTEN van OUDHAARLEM sebagai ketua sedangka anggotanya adalah:
1) Mr.I.SCHNEITHER(bekas Sekretaris Pemerintah Hindia Belanda)
2) Mr.I.F.H. van NES (bekas hakim pada Hooggerecht(HGH)dan bekas Residen Pasuruan
Tugas panitia adalah:
1) Merencanakan peraturan,agar aturan-aturan undang-undang dapat dijalankan
2) Mengemukakan usul-usul;
3) Memperhatikan organisasi kehakiman (rechterlijke organisasi =R.O);
Panitia itu berhasil membuat rancangan peraturan tentang susunan badan peradilan di Hindia Belanda (Reglement op de R.O.) yang walaupun sudah disahkan oleh pemerintah Belanda,mulai berlakunya ditangguhkan.Rancangan disahkan itu dikirimkan kepada Gubernur Jenderal untuk mendapat advis.
Gubernur Jendral MERKUS yang meneri peraturan itu kemudian minta advis dari J.van deVINNE directteur’s Lands Middelen en Domein.
Advis dari van deVINNE adalah sangat jauh dari baik, dan perlawanan dari pihaknya demikian hebatnya,sehingga SCHOLTEN van OUDHAARLEM diminta van de VINNE hasil kontak itu ialah diubahnya rancangan tadi.
Kemudian van de VINNE diangkat menjadi anggota Raad van State.
Panitia menyelesaikan pula beberapa usul,antara lain tentang KUHS dan RO.
Dalam Raad van State, van de VINNE menyampaikan pandangannya tentang rancangan peraturan tadi,pandangan mana bersifat:
a) Prinsipil,
b) Umum
c) Politis
1) :Disini keberatannya adalah sebagai berikut:
a. Peraturan-peraturan tidak cocok dengan kepentingan berjuta-juta orang di Indonesia dan aturan-aturan yang ruwet(gecompliceed) itu tidak difahami;lagi pula agama Islam tidak akan tunduk,
b. Gelijkgestelden(orang yang dipersamakan hak dengan orang Eropah) lihat pada pasal 7 A.B. tidak akan menyetujui Undang-Undang itu sedangkan orang Indonesia Kristen keadaan dan pikirannya tidak orang yang beragaman lain,
c. Peraturan-peraturan itu tidak cocok bagi orang Belanda peranakan,karena mereka itu pikirannya sama dengan pikiran orang Belanda
d. Orang-orang Belanda totok jumlah sedikit dan yang sudah sedikit itu kelakuan yang tidak baik
2) :Di sini keberatannya adalah sebagai berikut:peryelesaian daripada panitia itu baik,karena tidak lebih dulu minta advis ahli-ahli hukum di Indonesia
3) : Disini keberatannya adalah sebagai berikut:kekuasaan yang diberikan oleh peraturan-peraturan itu menjadikan Gubernur Jendral berkedududkan sama dengan Raja dqalam monarki konsitusional,sedangka hendaknya jangalah demikian Gubernur Jendral harus mempunyai kekuasaan lebih banyak
Oleh karena itu maka kekuasaan dalam KUHS itu jangan diberikan juga kepada ketua HGH,melainkan kepada Gubernur Jendral saja.
Walaupun sengitnya reaksi itu namun SCHOLTEN van OUD-HAARLEM sebagai jurust masih dapat mempertahankan pendiriannya.
Sehingga usulnya diterima menjadi UU (KUHS dan RO).
Sebagai telah diketahui,maka peraturan di Indonesia konkordan dengan peraturan dinegeri Belanda.Asas konkordansi yang bagaimanakah,yang oleh KUHS di Indonesia?
SCHOLTEN van OUD-HAARLEM menjawab:”panitia mencari persamaan seerat-eratnya dengan peraturan dinegeri Belanda ,jadi yang diikuti adalah konkordinasi sempit(enge concordantie)” Pendirian ini ditentang oleh Menteri kehakiman Mr. de JONGE van CAMPENS-NIEUWLAND dengan pernyataan sebagai berikut:
”mengapa peraturan-perundangan Indonesia harus mengekor peraturan-peraturan Belanda?
Keadaannya jauh berlainan dan jika ternyata peraturan perundangan itu tidak baik untuk apa ia dipakai di Indonesia.”Ia berpendirian,bahwa peraturan itu sesuai dengan keadaan di Indonesia.
Pada waktu itu jabatan Menteri jajahan dipegang oleh J.Cht BAUD;ia menyetujui pendapat Menteri kehakiman;diikutinya pendirian SCHOLTEN van OUD-HAARLEM dengan alas an sebagai berikut:
”tidaklah mungkin bahwa peraturan- peraturan di Indonesia lebih baik dari peraturan-perundangan di negeri belanda.”karena pendirian BAUD yang wibawa itu serta kelemahan kementerian kehakiman karena tidak dapat menunjukan manakah hasil peraturan-perundangan dagang di negeri Belanda yang dianggap tidak baik,mka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa asas konkordasi itu adalah sempit (enge concordanie),jadi, peraturan-peraturan Belanda selalu diikuti oleh Hindia Belanda.
hanya bila sangat perlu saja boleh menyimpang;konkordasi itu demikian eratnya sehingga,walaupun peraturan:Belanda nyata-nyata salah namun peraturan Indonesia tidaklah boleh menyimpang.
Oleh karena asas konkordasi itu KUHS Belanda mendapat perhatian lebih besar untuk dipelajari jiwanya.Demikianlah KUHS Indonesia sekarang ini (yang mulai berlaku sejak 1 Mei 1848) dapat dikatakan suatu copy KUHS Belanda sehingga untuk menyelidikinya perlulah dengan sendirinya menyelidiki KUHS Belanda
Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas,maka diperoleh masalah berikut ini:
A. Politik Hukum Pemerintahan Belanda di Imdonesia.
B. Penelitian-Penelitian Tentang Hukum Adat di Zaman Hindia Belanda.
C. Keadaan Hukum di Indonesia pada waktu Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
D. Pembinaan Hukum Nasional
E. Politik Hukum Nasional.















BAB II
PEMBAHASAN

A. POLITIK HUKUM PEMERINTAH BELANDA DI IDONESIA
Dalam tahun tersebut pemerintah Belanda itu mulai mengadakan kodifikasi di Indonesia yaitu mengundangan Burgerlijk Wetboek dan Weboek van Koophandel (KUHPerdata dan KUHDagang) buat orang-orang Eropah yang ada sini yang pada hakekatnya berupa suatu penjiplakan belaka dari Burgerlijk Wetboek dan Weboek van Koophandel tahun 1838 diundangkan di Negeri Belanda. Perdagangan hasil bumi oleh orang-orang Belanda kebanyakan dilakukan dengan perantara tengkulak-tengkulak orang Tionghoa.
Maka timbullah waktu itu pikiran untuk kepentingan kepastian hukum’(artinya kepastian bagi pihaknya orang-orang Belanda)untuk menciptakan hukum tertulis bagi orang pribumi .dalam rancana untuk menciptakan hukum tertulis Indonesia ada dua aliran yang satu hendak menundukka orang Indonesia Indonesia kepada hukum Eropah yang sudah dilakukan pada orang Tionghoa pada tahun 1855.yang lainnya hendak mengadakan sebuah KUHPerdata tersendiri bagi orang Indonesia dengan mencontoh wetboek Belanda.
Politik hukum pemerintah Belanda pasal 131 Indische Sttatsregeling yang dalam pokoknya mengenai hukum di Indonesia menetapkan sebagai berikut:
1. Hukum perdata dan dagang begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan pidana harus “dikodifisir.”yaitu diletakkan dala Kitab-kitab Undang-Undang ;
2. Untuk golongan Eropah harus dianut (dicontoh) peraturan perundangan yang berlaku di Negeri Belanda (asas konkordasi);
3. Untuk bangsa Indonesia asli dan Timur asing (Tionghoa,Arab dsb.)jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya dapatlah peraturan -peraturan untuk bangsa Eropah dinyatakan berlaku bagi mereka baik seutuynya maupun dengan perubahan dan juga diperbolehkan membuat suatu peraturan baru bersama untuk selainya harus diindakan aturan-aturan yang berlaku dikalangan mereka dari aturan-aturan boleh diadakan penyimpangan jika diminta oleh kepentingan umum
4. Orang Indonesia asli dan orang timur asing sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersma dengan Eropah diperboleh menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk orang Eropah ,penundukkan mana boleh dilakukan baik seluruhnya maupun hanya mengenai sesuatu perbuatan tertentu;
5. Sebelum hukum untuk orang Indonesia itu ditulis dalam Undang-Undang maka mereka akan tetap berlaku “hukum yang sekarang berlaku bagi mereka ini jelaslah yang dimaksud ialah Hukum Adat asli orang Indonesia
Diterangkan diatas Pemerintah Belanda sudah merencanakan untuk memberikan kepada orang Indonesia suatu Burgerlijk Wetboek mengenai dua konsepsi yaitu menundukkan orang Indonesia kepada KUHPerdata yang sudah ada (berlaku bagi orang Belanda) yang memberikan suatu kitab tersendiri dan baru sama sekali.Konsepsi yang terakhir sudah hampir-hampir terwujud ketika tahun 1920 Departemen Justisi telah menyiapkan sebuah ontwerp Burgerlijk Wetboek voor Inlanders tetapi untuk sekali berkat perjuangan yang gigih dari Prof.Mr. C van Vollenhoven(terkenal sebagai bapak hukum Adat) maksud tersebut dapat digagalkan.Boleh dikatakan bahwa sejak itu terjadi suatu perputaran haluan dalam politik hokum pemerintahan Belanda terhadap hukumnya orang Indonesia
Kalau sebelum itu yang menentukan politik hukum pemerintah Belanda ialah jawabnya atas pertanyaan:Wat verwachtenwij Europeanen van adatrecht voor onze regeringsoogmerken en onze economische oogmerken ?”maka sejak itu yang menjadi pedoman ialah “bagaimana Hukum adat itu berkembangnya sendiri menurut sejarah.”
Dalam pada itu berdasarkan pedoman-pedoman yamh diberikan dalam pasal 131 Indische Staatsregeling disebut diatas di zaman Hindia-Belanda itu sudah ada beberapa itu sudah ada beberapa peraturan UU Eropah yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia seperti pasal 1601-1603 Burgerlijk Wetboek yaitu perihal perjanjian kerja atau perburuhan (Staatsblad 1879 No.256) dan beberapa bagian dari Weyboek van Koohandel,sebagai besar dari hukum laut (Staatsblad 1933 No 49).
Selanjutnya ada beberapa peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia asli seperti ;Ordonansi perkawinan orang Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 No.74),Ordonansi tentang maskapai Andil Indonesia atau I.M.A (Staatsblad 1939 No.569),Ordonansi tentang perkumpulan orang Indonesia(Staatsblad 1939 No.570).
Perihal kemungkinan bagi orang Indonesia untuk menundukkan diri kepada Hukum perdata Eropah telah diatur lebih lanjut dalam Staatsblad 1917 No.12.Riwayat peraturan-perundangan dalam lapangan hukum perdata untuk “golongan Asing Timur”Mula-mula peraturan termuat dalam Staatsblad 1855 No.79 hukum perdata Eropah(Burgerlijk wetboek dan wetboek van koophandel),kecuali hukum kekeluargaan dan hukum warisan untuk semua orang Timur Asing.
Tahun 1917 mulai diadakan pembedaan antara golongan ”Timur Asing Tionghoa dan yang bukan Tionghoa”karena dianggap hukum Eropah yang sudah berlaku terhadap golongan Tionghoa sehingga pada waktu itu sudah ada peraturan yang meletakkan dalam Staatsblad 1917 No.129 (berlaku seluruh wilayah Indonesia sejak tanggal 1 september 1925) peraturan selanjutnya akan berlaku untuk orang Tionghoa :seluruh hukum perdata Eropah kecuali pasal-pasal yang mengenai Burgellijke stand,upacara-upacara sebelum perlangsungan pernikahan, sedangkan orang Tionghoa diadakan suatu Burgellijke stand tersendiri serta suatu peraturan mengenai pengangkatan anak (adopsi).Bagi orang Timur Asing lainnya(Arab,India,dsb)diadakan suatu peraturan sendiri yaitu Ordonansi yang termuat dalam Staatsblad 1924 No.556(berlaku sejak tanggal 1 maret 1925) menurut peraturan pokok bagi mereka berlaku Hukum perdata Eropah kecuali hukum kekeluargaan dan hukum warisan sehiungga untuk bagian-bagian hukum yang terakhir ini tetap tunduk pada hukum asli mereka sendiri tetapi dari hukum waris yang mengenai pembuatan surat wasiat(testament)dinyatakabn berlaku untuk mereka.
Berhubungan dengan berlakunya bermacam-macam hukum untuk berbagai golongan penduduk diwilayah Indonesia itu timbul persoalan-persoalan tentang hukum manakah yang berlaku dalam hubungan-hubungan”campuran”artinya hubungan –hubungan yang bersangkutan dengan berbagai kelompokkan yang sama-sama berlaku diwilayah Indonesia maka lahirlah yang dinamakan intergentielrecht yaitu antara golongan yang juga dinamakan hukum perselisihan, ini ada terdapat dalam peraturan tertulis seperti Ordonansi perkawinan orang Kristen (Staatsblad 1933 No.74)dalam pasal-pasal terakhir memeberikan ketentuan-ketentuan mengenai perbedaan peralihan agama dalam perkawinan pasal 1630 X dari Burgerlijk wetboek peraturan dalam perjanjian perburuhan antara orang yang tunduk pada hukum berlain, tetapi tidak boleh dikatakan bahwa sebagian besar peraturan intergentiel diciptakan da dikembangkan oleh jurisprudensi yaitu oleh hakim dan pengadilan yang ditugaskan memutuskan perkara.
Hukum intergentiel ini diaggap begitu penting hingga pada waktu di Jakarta didirikan sekolah hukum Tinngi dalam tahun 1924 ia dijadikan suatu mata pelajaran tersendiri dibawah asuhan seorang guru besar yang bernama Prof. Kollewijn digambar secara singkat tentang politik hukum pemerintah belanda dan diberikan gambaran bagaimana keadaannya hukum yang berlaku di Hindia Belanda untuk berbagai”golongan”penduduknya Susunan badan pengadilan yaitualat perlengkapan di tugaskan memyelenggaran hukum tersebut menunjukkan suatu dualisme.pengadilan yang mengadili perkara-perkara orang Eropah dalam tingkat pertama Raad van Justitie dan orang Indonesia adalah Landraad. Selain itu masih banyak daerah terutama luar jawa dimana rakyat Indonesia menikmati pengadilannya sendiri jadi didaerah-daerah ini peradilan dijalankan oleh pengadilan asli yang terdiri atas kepalaadat,dibawah pimpinan pembesar pemerintah daerah (controleur) sedangkan didaerah –daerah tersebut perundangan-undangan pusat hanya sekedar dinyatakan berlaku.Wetboekvan Strafrecht tidak berlaku diwilayah-wilayah tersebut kecuali beberapa pasal yang dinyatakan berlaku disitu.
B.PENELITIAN-PENELITIAN TENTANG HUKUM ADAT DI ZAMAN HINDIA-BELANDA.
Sebagimana telah diterangkan diatas mula-mula hokum adat itu merupakan sesuatu factor yang tidak dikenal boleh dikatakan bahwa sebagai suatu system hokum buat pertama kali diperkenalkan oleh Prof.Mr.C .van Vollenhoven,guru besar Universitas Leiden yang digelari Bapak Hukum Adat dalam buku mengatakan bahwa hukum adatt mempunyai system yang berlainan dari system-sistem hukum barat misalnya pembedaan hak kebendaan dan hak-hak perseorangan (suatu system pembedaan hak-hak yang terkenal dalam hukum adat),tidak dikenal dalam hukum adat, bahwa rakyat Indonesia mempunyai hak-hak sendiri yang asli atas Bumi dan Air yang berlain dari hak-hak burgerlijk wetboek bahwa perbuatan-perbuatan hukum seperti jual-beli, gadai,sewa dan sebagainya
Dalam hukum adat juga mempunyai ciri-ciri khas yang berlainan dari perbuatan-perbuatan hukum yang sama menurut hukumnya orang barat.oleh Van Vollenhoven ada 19 wilayah hukum (rechtsringen)Indonesia yang masing-masing mempunyai cirinya khas suatu wilayah hukum adalah minangkabau mempunyai kekeluarga matrilinial,tapanuli mempunyai system kekeluarga patrilinial,Aceh dan sulawesi selatan hukum Islam banyak meresap dalam Hukum adat dan lain-lain.
Sejak diperkenalkan hukum adat Indonesia oleh Van Vollenhoven dan berputaran haluan politik hukum pemerintahan belanda setelah gagalnya percobaan kondifikasi hukum bagi orang Indonesia yang pola hokum barat tahun 1920,mulailah berkembang Rechtschool usaha-usaha penelitian terhadap hukum adat Indonesia.para sarjana hukum pertama kita adalah hampir semua murid Van Vollenhoven dan banyak menulis disertasi tentang hukum adapt dibawah bimbingan gurubesar tersebut.dan untuk mempergiat usaha penelitian hukum adat oleh pemerintah belanda telah mendirikan sebuah lembaga hukum adat(adatrechtstichting) dikota Leiden.
Dimana tadinya diindonesia hanya mempunyai sebuah sekolah hukum yaitu Rechtschool di Jakarta (didirikan tahun1908),sehingga orang Indonesia yantg memperoleh kesarjanaan dalam ilmu hukum terpaksa belajar di Negeri belanda maka tahun 1924 pemerintahan belanda menghadiahkan kepada kita sebuah Sekolah Tinggi Hukum yaitu Rechtschool di Jakarta sampai hari penutupannya(Maret 1942,ketika balatentara jepang mendarat dipulau jawa) telah menghasilkan kira-kira 200 sarjana Hukum Indonesia beberapa disertasi telah di tukis diantaranya oleh Hazairin tentang hukum adat bengkulu (“De Rejang”Jakarta) dan oleh Lemaire tentang peralihan agama sebagai persoalan hukum antargolongan (”Overgang van godsdienst als problem van het intergentielrecht,”Jakarta)
Sebagaimana kita ketahui menurut pasal 131 Indische Staatsregeling semua hukum perdata (jadi juga buat orang Indonesia) harus dikodifikasikan artinya diletakkan dalam kitabUU.Setelah kira-kira tahun 1920 politik hukum berganti haluan yaitu bahwa kitabUndang-Undang Perdata bagi orang Indonesia tidak akan berupa suatu hukum tiruan dari kodifikasi-kodifikasi barat,tetapi harus berupa suatu pembukuan dari hukum adat yang sungguh-sungguh hidup di kalangan rakyat sendiri maka dari pihak resmi yaitu dari Departemen Justisi mulai dipergiat penelitian terhadap hukum adat bangsa Indonesia tersebut.
Dimulai dengan dikeluarkannya penugasan kepada Prof.DR.Soepomo yang waktu itu menjabat pegawai tinggi diperbantukan pada Direktur Justisi untuk dalam waktu yang singkat mengadakan penelitian terhadap hukum adat orang Indonesia di Jawa Barat (1928),sebagai usaha untuk mempelopori kodifikasi hukum orang Indonesia yang sudah digariskan itu.Penelitian tersebut menghasilkan laporan yang berupa buku tentang hukum perdata Adat di Jawa Barat (”Het Adatprivaatrecht van west java)sampai sekarang banyak dipakai oleh para hakim sebagai pedoman dalam memutuskan perkara –perkara didaerah(’’rechtskring’’)Jawa Barat.Menyusullah sesudah itu suatu penugasan kepada dua sarjana hukum Indonesia lainnya yang juga bekerja di lingkungan Departemen Justisi dan sudah mempunyai cukup pengalaman sebagai Hakim yaitu Prof.Mr.M.M.Djojodigoeno dan Mr.R.Tirtawinata untuk melakukan penelitian yang sama terhadap Hukum Perdata Adat di Jawa Pusat.penelitian ini menghasilkan buku yang sangat terkenal yaitu ”Het Adat-Privaatrecht van Middel-Java”(1940)yang juga sampai sekarang dipakai oleh para Hakim Kita dalam mengadili perkara-perkra diwilayah Hukum Jawa Tengah.
Berkat penelitian yang disebut diatas maka banyak soal-soal yang tadinya tidak tau kurang diketahui menjadi terang.Suatu missal adalah bahwa tadinya pemerintah mengira bahwa dudaerah-daerah dimana para penduduknya menganut Agama Islam sudah tentu Hukum Fiqh telah meresap dalam segala bidang kehidupan orang-orang itu tidaksaja mengenai hukum perkawinan tetapi juga juga menenai hukum pewarisan
Sampai kira-kira tahun 1930 maka selama seratus tahun lebih”raad Agama”dalam peradilannya yang berdasarkan peraturan yang brlaku itu waktu juga meliputi perkara-perkara warisan dalam perkaraini selamanya memakai Hukum Fiqh tetapi kenyataannya adalah menurut hukum adat menyimpang sekali dari ketentuan-ketentuan Fiqh.Dari penelitian-penelitian para sarjana hukum kita sebutkan diatas ternyatalah bahwa Hukum Fiqh itu meskipun selama seratus tahun lebih sudah diterapkan oleh pengadilan-pengadilan agama,sedikit sekali pengaruhnya atas pelaksanaan pewarisan di pulau Jawa.Maka berdasarkan hasil-hasil dari penelitian-penelitian tersebut pada tahun 1937 ditetapkan bahwa raad Agama sekarang hanya berwenang memutuskan perselisihan antara suami-isteri yang beragama Islam dalam perkara-perkara perjodohan semata-mata sedangkan perkara-perkara perwarisan peradilan diserahkan kepada Hakim duniawi yaitu Pengadilan Negeri (”Landraad”)yang berdasrkan peradilan atas Hukum adat.
Dalam bidang pembinaan hukum pada umumnya dan hukum adat khususnya diwaktu itu dapat dikatakan penting peranan sebuah majalah hukum yang bernama”Indich Tijdschrift van het Recht”(I.T.R).yaitu sebuah organsasi dari perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia (Ned.Ind.Juristen-Vereniging)yang memuat putusan-putusan yang penting dan karangan-karangan ilmiah yang mengenai perkembangan hukum,Khususnya di Indonesia.Majalah tersebut juga menyelenggarakan sebuah kaart-systeem,yang sangat berguna untuk para Hakim dan mereka yang ingin mendapat pandangan tentang jurisprudensi dan keputustakaan mengenai Hukum di Indonesia.
C.KEADAAN HUKUM DI INDONESIA PADA WAKTU PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA.
Keadaan hukum di Indonesia pada waktu bangsa kita memproklamirkan kemerdekaannya,adalah pada pokoknya masih sama dengan keadaan diwaktu Bantentarqa Jepang mendarat di Pulau Jawa(A).hanyalah ada jasa dari pemerintahan pendudukan Jepang ,yaitu bahwa ia telah menghapuskan badan-badan pengadilan untuk bangsa Eropah yaitu Raad van Justitie dan Hooggerechtshof.
Untuk mencegah adanya suatu kekosongan hukum,oleh Undang-Undang Dasar kita tahun 1945 dinyatakan dalam pasal II Atur peralihan,”Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Uundang-Undang Dasar ini.
Dengan demikian maka keadaan hukum pada waktu proklamasi itu dapat digambarkan secara singkat sebagi berikut:
Dalam bidang kedinasan ada satu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu Wetboek van Strafrecht dari tahun 1918,yang sudah berlaku untuk semua penduduk Indonesia.
Namun sebagaimana telah dikemukakan ,oleh karena beberapa daerah diluar Jawa masih saja mempunyai peradilan asli.Wetboek van Strafrecht tadi tidak berlaku di daerah tersebut, selainnya hanya suatu rangkaian pasal-pasal yang oleh Undang-Undang tahun 1932 No.80 dinyatakan berlaku.
Bidang keperdataan keadaannya msih saja demikian bahwa resminya berlaku beraneka warna kelompok hukum,sebagai peninggalan politik hukum Pemerintah Kolonial Belanda yang digambarkan dalam A .Berbagai kelompokan hukum tadi adalah sebagai berikut:
a. Hukum yang berlaku untuk semua penduduk,Misalnya Undang-Undang hak pengarang,Undang-Undang milik Perindustrian, dan lain sebagainy.
b. Hukum Adat yang berlaku untuk semuaorang Indonesia asli
c. Hukum Islam,untuk semua orang Indonesia asli yang beragama Islam, Mengenai beberapa bidang Islam mewngenai beberapa bidang kehidupan mereka,meskipun resminya(menurut pasal 131 I.S)berlakunya hukum ini adalah sebagai hukum adat yang untuk bidang-bidang tersebut”menganut”hukum Islam.
d. Hukum yang khusus telah diciptakan untuk orang asli yang berupa Undang-Undang,sepertinya Undang-Undang(ordonansi)tentang maskapai andil Indonesia .Undang-Undang(ordonansi) perkawinan orang Indonesia Kristen dan lain sebagainya;
e. Burgerlijk wetboek dan wetboek van Koophandel,yamg diperuntukan mula-mula bagi orang Eropah,kemudian dinyatakan berlaku untuk orang Tionghoa sedangkan beberapa bagian(terutama dari W.V.K)juga telah dinyatakan berlaku untuk orang Indonesia asli,mislanya hukum perkapalan(hukum laut.
Sebagai akibat dari”intercourse”antara orang-orang yang hukumnya berlainanitu diperlukan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang dinamakan”hukum antara golongan “sebagaimana telah digambarkan dalam A.yang sebagaian berupa hukum Undang-Undang tetapi sebagian besar berupa hukum jurisprudensi,yaitu hukum yang telah dibentuk oleh para Hakim,dan boleh dikatakan sudah merupakan suatu kelompokan hukum positif pula artinya Hukum yang nyata-nyata berlaku di Indonesia dan harus diperhatikan.
Demikian gambaran secra singkat tentang wujudnya hukum yang berlaku dinegara kita sewaktu proklamasi.
D. PEMBINAAN HUKUM NASIONAL.
Setiap Negara yang merdeka dan berdaulat harus mempunyai suatu Hukum Nasional yang baik dalam bidang kepidanaan maupun dalam bidang keperdataan memerminkan kepribadian Jiwa dan pandangan hidup Bangsanya.Kalau Perancis dapat menunjukkan Code Civilnya yang menjadi kebanggannya.Swiss mempunyai Zivil Gezetzbuchnya yang juga terkenal.RRC dan Pilipina sudah mempunyai Code Civilnya juga maka Indonesia sampai dewasa ini belum juga dapat menumjukkan kepada tamu-tamu asingnya Kitab Undang-Undang Nasional baik dalam kepidanaan maupun dalam bidang keperdataan.
Tidak lama setelah Proklamasi kemerdekaan ,kita telah mengadakan “screening”terhadap Wetboek van Strafrecht.tinggal pemerntahan Kolonial Belandadan menyesuaian Kitab Undan-Undang Pidana tu dengan alam kemerdekaan,yaitu dalam Undang-Undang kita tanggal 26 Februari 1946,dengan maksud supaya Kitab Undang-Undang tersebut sementara dapat dipakai sambil menunggu terciptanya Kitab Undang-undang Hukum Pidana Nasional kita sendiri.
Dengan Undang-Undang tanggal 13 Januari 1951 No.1 diadakan tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan.sususnan kekuasaan dan acara pengadilan-pengadilan Sipil,tindakan-tindakan mana diperlukan segera dicapai Negara kesatuan Republik Indonesia pada tahun 17 Agustus 1950,oleh karena dalam konstellasi Repbulik Indonesia serikat susunan, kekuasaan dan acara pengadilan-pengadilan itu beraneka warna diberbagai Negara-negara bagian. Pada kesempatan itu pula pengadilan asli dan Swapraja,yang sampai saat tersebut masih berjalan ,dihapuskan secara berangsur-angsur.
Dan dengan dihapuskan pengadilan asli dan Swapraja ini,maka Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mulai berlaku diseluruh wilayah Indonesia
Soal pembinaan Hukum Nasional memang segera setelah proklamasi menarik perhatian banyak sarjana hukum kita,di mana perhatian ini terutama ditujukan kepada bidang keperdataan,oleh karena memang keadaan dibidang keperdataan itu adalah yang paling sulit dimana kita menghadapi kelompokan-kelompokan hukum yang beraneka ragam itu.
Pertama kita mendengar sura Prof.Dr.Soepomo dalam pidatonya yang diucapkan pada Dies Natalis kesatu Universitas Gajah Mada di Yogyakarta pada tanggal 17 maret 1947 dengan judul,”kedudukan Hukum Adat di kemudian hari.”suwardi,S.H.pada suatu pertemuan ahli-ahli hukum dijakarta dalam tahun 1954 berbicara tentang “sekitar kodifikasi hukum nasional di Indonesia “dalam tahun ini juga terbit buku dari Sutan kali malikul Adil hakim Anggota Mahkamah Agung tentang”pembaharuan hukum perdata” yang sebagaian besar membicarakan pembinaaan hukum nasional kita>Kemudian dalam cerama-ceramahnya melalui Radio Republik Indonesia di Jakarta .Prof.Dr.Gouw Giok Siong mengutarakan juga gagasannya mengenai membaharuan hukum kita ,begitu pula Thung Tjiang Piet,S.H.(Universitas Hasanuddin Makassar) dalam kuliah umumnya yang berjudul “Cita-cita kodifikasi dan unifikasi di Indonesia dan berbandingan Hukum” dan Ko Tjay Sing S.H..(Universitas Diponegoro semarang)dalam kuliah umunya yang berjudul “Kodifikasi dan unifikasi hukum perdata dan hukum dagang .”Menyusul lagi Prof .Soetan Moh. Sjah.S.H.dalam Pidatonya”Kodifikasi bersifat revolusioner bagi Indonesia (Universitas Hasanuddin 1960).
Dr. Wiryono Prodjodikoro,ketua Mahkamah Agung dalam perasarannya di muka Kongres Perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia (PERSAHI) di Yogyakarta (Nopember 1961) malahan sudah menyiapkan sebuah rancangan Undang-Undang Hukum Perjanjian ,yang dibentuknya dengan mengingat asas-sas hukum Adat,sebuah rencana Undang-undang yang sangat flexible dan banyak memberikan kelonggaran kepada petugasan Hukum ,yaitu hakim Untuk memberikan peradilan yang sebaik-baiknya,berlainan dari Kitab Undang-Undang hukum Perdata yang sering terlalu kaku dan formalistis.
Untuk menyalurkan segala kegiatan pembinaan hukum Nasional itu,dalam tahun 1956 Perhimpunan Sarjana hukum Indonesia telah memajukan permohonan kepada perdana Menteri Republik Indonesia agar supaya dibentuk suatu panitia Negara pembinaan hukum nasional, permohonan mana telah menghasilkan keputusan Presiden No.107 tahum 1958 mengenai pembentukan Lembaga pembinaan Hukum Nasional yang berkedudukan diJakarta.Menurut keputusan Presiden tersebut di atas tugas dari Lembaga Pembinaan Hukum Nasional itu ialah,”Melaksanakan pembinaan hukum nasional dengan tujuam mencapai tata hukum nasional:
A. Menyiapkan rancangan-rancangan peraturan perundangan:
a. Untuk meletakan dasar-dasar tata hukum nasional;
b. Untuk menggantikan peraturan –peraturan yang tidak sesuai dengan tata hukum nasional:
c. Untuk mqasalah-masalah yang belum diatur dalam suatu peraturan perundangan.
B. Menyelenggarakan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyusun peraturan perundangan”.
Setelah mempelajari asas-asas hukum yang hidup dikalangan rakyat Indonesia mengadakan rapat-rapat “hearings”dari orang-orang terkemuka dari berbagai lapisan dan golongan masyarakat maka Lembaga telah berhasil merumuskan dasar-dasar dan asas-asas tata hukum nasional itu sebagai berikut:
1. Dasar pokok hukum nasional Republik Indonesia ialah Pancasila.
2. Hukum nasional bersifat:
a. Pengayoman;
b. Gotong royong;
c. Kekeluargaan
d. Toleransi
e. Anti”kolonialisme,imperialisme,dan feodalisme”.
3. Semua hukum sebanyak mungkin diberi bentuk tulis.
4. Selain hukum tertulis diakui berlaku hukum tidak tertulis sepanjang tidak menghambat terbentuknya masyarakat sosialis Indonesia.
5. Hakim membimbing perkembag hukum tak tertulis melalui Jurisprudensi kea rah keseragaman hukum (homogenita) yang seluas-luasnya dan dalam hukum kekeluargaan kea rah system parental.
6. Hukum trtulis mengenai bidang-bidang tertentu sedapat mungkin dihimpun dalam bentuk kodifikasi(hukum perdata,hukum pidana.hukum hukum dagang ,hukum Acara perdata,hukum acara pidana)
7. untuk membangun masyarakat sosialis Indonesia diusahakan unifikasi hukum.
8. dalam perkara pidana.
a. Hakim berwenang sekaligus memutuskan aspek perdatanya baik karena jabatannya maupun atas tuntutan pihak yang berkepentingan ;
b. Hakim berwenang mengambil tindakan yang dipandang patut dan adil di samping atau tanpa pidana
9. Sifat pidana harus mmberikan pendidikan kepada tyerhukum untuk menjadi warga yang bermanfaat bagi masyarakat
10. Dalam bidang Hukum Acara Perdata diadakan jaminan supaya peradilan berjalan sederhana cepat dan murah
11. Dalam bidang Hukum Acara Pidana diadakqan ketentuan-ketentuan yang merupakan jaminan kuat untuk mencegah:
a. Seseorang tanpa dasar hukum yang cukup kuat ditahan atau ditahan lebih lama dari yang benar-benar diperlukan;
b. Penggeledahan,penyitaan,pembukaan surat-surat dilakukan sewenag-wenang.
Dasar-dasar dan asas-asas hukum nasional yang digariskan oleh Lembaga Hukum Nasional itu mendapat dukungan sepenuhnya dari seminar Hukum Nasional yang telah diadakan di Jakarta atas usaha Lembaga tersebut bersama-sama dengan Perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia dan Fakutlas Hukum Dan Ilmu pengetahuan kemasyarakatan Universitas Indonesia(Jakarta ,Maret 1963).
Suatu peristiwa yang sangat penting dalam pembinaan hukum nasional ini adalah penemuan Lambang Keadilan yang serasi dengan kepribadian bangsa kita oleh almarhum Menteri Kehakiman Dr. Saharjo yang berupa Pohon Beringin yang memberikan” Pengayoman”kepada rakyat yang mencari keadilan.Simbol yang berasal dari Negara Barat yang kita kenal berupa Dewi Keadilan (Themis) yang dibalut matanya dan memenang pedang dan traju(timbangan)ditolak oleh beliau karena kurang cocok dengan perasaan rakyat kita
Juga Dr.Saharjo telah memecahkan kesulitan yang dihadapi oleh para petugas hukum(Hakim) dalam pengetrapan perundangan warisan pemerintahan kolonial dengan mengajarkan suatu hukum transisi. Pepatah “Undang-Undang tidak dapat diganggu gugat”adalah tepat,kata beliau,tetapi sangat janggal kalau dilakukan juga terhadap Undang-Undang warisan kaum penjajah.Karena itu maka beliau menyatakan bahwa Burgerlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel,yang berpangkalan pada penggolongan penduduk Indonesia dalam “golongan-golongan”(yang tidak dikenal oleh Undang-Undang Dasar kita)tidak berlaku lagi sebagai suatu Wetboek tetapi hanya sebagai suatu “rechtsboek”saja yaitu suatu dokumen yang menggambarkan suatu kelompok hukum yang harus dipakai oleh hakim sebagai “pedoman”dalam melakukan peradilan Gagasan Dr. Saharjo ini disetujui oleh Mahkamah Agung.
Dalam bidang kepidanaan dapat disebutkan ,bahwa Lembaga kepenjaraan oleh beliau telah dirobah menjadi jawatan permasyarakatan,yang lebih sesuai dengan sendi-sendi Negara kita yang ber-pancasila.
E.POLITIK HUKUM NASIONAL.
Semenjak proklamasi Kemerdekaan pembinaan hukum Nasional haruslah berlandaskan falsafah Negara kita.Namun demikian, selama lebih seperempat abad lamanya dalam Negara Indonesia belum ditegaskan tentang suatu politik hukum nasional seperti pada masa hindia Belanda dahulu.Baru pada tahun 1973ditetapkan Ketetapan MPR No.IV/MPR1973 tentang GBHN, yang didalam secara resmi digariskan politik hukum nasional Indonesia tersebut.Dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tersebut ,politik hukum Indonesia dirumuskan sebagai berikut:
1. Pembangunan dibidang hukum dalam Negara Hukum Indonesia adalah berdasarkan atas landasan Sumber Tertib Hukum yaitu cita-cita yang terkandung pada pandangan hidup,kesadaran dan cita-cita moral yang luhur yang meliputisuasana lejiwaan serta watakdari bangsa Indonesia yang didapat dalam pancasila dan UUD 1945
2. Pembinaan Bidang harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan kesadaran hukum rakyat yang berkembang kearah modernisasi menurut tingkat-tingkat kemajuan pembangunan disegala bidang sehingga tercapai ketertiban dan kepastian hukum sebagai prasarana yang harus ditujukan kearah pembinaan peningkatan kesatuan bangsa,sekaligus berfungsi sebagai sarana menunjang perkembangan modernisasi dan pembangunan yang menyeluruh dilakukan dengan:
(a).Peningkatan dan penyempurnaan pembinaan Hukum Nasional dengan antara lain mengadakan pembaharuan, kodifikasi serta unifikasi hukum dibidang-bidang tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat
(b).Menertibkan fungsi Lembaga-Lembaga Hukum menurut proporsinya masing masing
(c). peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak-penegak hukum.
3. memupuk kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah kearah penegakan hukum, keadilan serta perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia,dan ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan UU1945
Perumusan politik hukum Indonesia tersebut dalam GBHN adalah singkat,namun cukup padat; jika ia dilaksanakan dengan baik dapatlah kita mengejar ketinggalan dalam bidang pembinaan dan penegakan hukum di Idonesia.Dalam politik Hukum tersebut perlu dicacat hal-hal yang berikut:
1. Kepala Pemerintahan dan DPR dibebani tugas modernisasi, kodifikasi dan unifikasi dalam bidang-bidang tertentu;
2. Dalam bidang institusional dikehendaki adanya penertiban fungsi Lembaga-Lembaga Hukum; menetapkan dan mengatur wewengan masing-masing aparat penegak hukum seperti: Polisi, jaksa dan Hakim serta pembela/Advokat, agar tak terdapat kesimpangasiuran.
3. Dalam bidang Keterampilan perlu diadakan peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak-penegak hukum: untuk pelu peningkatkan mutu pendidikan/ilmiah dalam bidang ilmu pengetahuan hukum, serta pembinaan mental pada penegak hukum untuk penciptakan kewibawaan mereka sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar